Welcome To My Paradise

Welcome To My Paradise

Kamis, 23 November 2017

Kenapa Politik Afirmasi di Undang-Undang Pemilu Perlu?





JALAN PANJANG PEREMPUAN
Majalah TIME edisi 18 September 2017 mengangkat laporan khusus bertajuk “Firsts: Women who are changing the World”. Para perempuan yang mengubah dunia. Majalah TIME mewawancara 46 perempuan dari beragam disiplin ilmu, ranah pekerjaan, lokasi, budaya, dan umur. Mereka adalah para perempuan pionir. Perempuan pertama yang melakukan pencapaian tertentu di bidangnya.
Mulai dari Hillary Clinton, perempuan pertama yang memenangi konvensi partai besar di Amerika untuk maju menjadi calon Presiden. Ada juga Oprah Winfrey, perempuan pertama yang memiliki sekaligus memproduseri sendiri program Talk Show-nya.
Di dunia film animasi, ada Jennifer Yuh Nelson, perempuan pertama yang menyutradarai film Animasi Hollywood. Ava DuVernay, sutradara perempuan pertama yang filmnya masuk dalam nominasi Oscar. Rita Moreno, perempuan keturunan Amerika Latin pertama yang memenangi penghargaan Emmy, Grammy, dan piala Oscar.
Di bidang ekonomi, ada Janet Yellen, perempuan pertama yang memimpin The FED, Bank Central Amerika. Dari dunia musik, ada Aretha Franklin, perempuan pertama yang didapuk dalam penghargaan musik Rock & Roll. Hingga, Kathryn Sulliva, astronot perempuan pertama yang berjalan di luar angkasa. Total 46 perempuan melakukan pencapaian pertama yang belum pernah dicapai sebelumnya.
Ada benang merah yang sama di antara kisah mereka. Sebelumnya, mereka tidak pernah bercita-cita menjadi pionir. Mereka hanya terus belajar dan bekerja.
Pada umumnya, lingkungan sekitar belum sepenuhnya mendukung perempuan, apalagi dengan ras tertentu dapat mencapai hal-hal tersebut. Capaian mereka itu menjadi hal yang luar biasa karena jalan panjang yang harus mereka tempuh, yang belum tentu didukung oleh semua pihak.
Namun, tidak berarti mereka nir-dukungan. Sedikit dukungan biasanya datang dari keluarga dan orang terdekat. Satu hal yang timbul dari dukungan ini adalah rasa percaya diri untuk terus belajar dan berusaha. Faktor psikologis ini penting.
Harriet Taylor, seorang feminis liberal yang hidup di abad 19, dalam tulisannya “Enfrachisement of Women”, yakin perempuan harus memilih antara menjadi istri dan Ibu, atau bekerja di luar rumah. Tak berhenti di situ, dia juga percaya ada pilihan ketiga bagi perempuan, yaitu menambahkan karier/pekerjaan di luar fungsi domestik dan maternalnya.
Perempuan yang telah menikah tidak dapat sungguh-sungguh setara dengan suaminya. Dia harus memiliki kepercayaan diri. Ini faktor psikologis. Ini bisa didapat bila dia mampu berkontribusi “material” dalam menopang keluarga.
Tak penting berapa banyak dia berkontribusi, asalkan sebagian kecil dari material penopang keluarga datang dari dia, sang perempuan. Ringkasnya, untuk menjadi partner dari suaminya, maka istri harus memiliki penghasilan dari pekerjaan di luar rumah.
Konteks di era Harriet Taylor tentu sudah berbeda dengan sekarang. Kini, faktor psikologis berupa dukungan dari keluarga tak lagi cukup untuk mendorong perempuan melakukan capaian tertentu. Masyarakat dan negara harus juga memberikan dukungan
Kaum Liberal Kesejahteraan yakin setiap individu memiliki posisi asal yang berbeda. Ada ketidakberuntungan bagi beberapa individu ketika memasuki persaingan. Maka, diperlukan intervensi negara.
Kalau menggunakan perspektif ini, budaya Indonesia yang patriarkal membuat kaum perempuan memiliki posisi asal yang berbeda. Maka, tindakan afirmasi perlu diberlakukan. Bila kesetaraan bisa ditempuh melalui jalan tersebut, maka perlu keberpihakan negara untuk membuat setiap individu memiliki modal dasar dan kesempatan yang sama.
Keterwakilan perlu juga dilihat dari persentasi. Bila kita mengamati Data Sensus Penduduk 2010, populasi perempuan dan laki-laki tidaklah terpaut jauh. Namun, persentasi perempuan di eksekutif dan legislatif amat jauh di bawah lelaki.
Partisipasi perempuan di dalam kegiatan politik masih terkendala dari sisi kuantitas. Ada ketersediaan yang kurang. Kepengurusan 30% perempuan di setiap jenjang kepengurusan partai masih mendapat banyak penolakan. Usaha untuk mendorong 30% keterwakilan perempuan masih belum terlihat hasilnya.
Menurut Idha Budhiati, Komisioner KPU, dalam wawancaranya dengan Jurnal Perempuan, hal ini disebabkan oleh aspek pendidikan politik yang tidak cukup. Karena itu, partai politik harus melakukan pendidikan, rekrutmen, dan kaderisasi dari tingkat atas hingga bawah.
Dukungan untuk menciptakan tindakan afirmasi harus terus digalakkan, tidak hanya dari luar, tapi juga dari dalam sistem. Percepatan akan lebih terasa bila hal ini muncul dari dalam sistem. Pengarusutamaan gender perempuan harus dilakukan di semua lini kebijakan. Di setiap aturan dan perundang-undangan yang dibuat.
Alih-alih membenahi ini, Undang-undang Pemilu tahun 2017 malah tidak mendukung terciptanya supply perempuan dalam politik. Pasal 173 ayat 2 huruf e berbunyi: “Partai politik dapat menjadi Peserta Pemilu setelah memenuhi persyaratan: e. menyertakan paling sedikit 30% (tiga puluh persen) keterwakilan perempuan pada kepengurusan partai politik tingkat pusat."
Pasal ini inkonsisten dengan UUD 45 dan beberapa aturan perundangan. Ketika banyak suara menginginkan pengarusutamaan gender, mengapa UU Pemilu 2017 tidak mendukung? Mengapa keterwakilan pengurus perempuan 30% hanya di tingkat pusat saja dan tidak diwajibkan hingga ke tingkat kecamatan?
Angka 30% itu bukan sekadar ambil dari langit. Ini merupakan hasil penelitian PBB. Angka 30% adalah angka yang dapat mengubah keadaan. Bila ingin perempuan berdaya, maka perlu ada tindakan afirmasi di setiap level. Ini juga berdampak pada kesiapan dan ketersediaan jumlah perempuan untuk masuk dalam legislatif.
Perlu mulai dijaring sejak jenjang terbawah, sehingga akan terjaring banyak calon pengambil keputusan perempuan. Karena perempuan tentu lebih paham apa kebutuhannya dari kacamata perempuan. Langkah ini penting untuk memperbaiki kualitas kebijakan agar tidak bias gender.
Lebih dari itu, langkah ini penting agar perempuan sebagai warga negara Indonesia juga lebih berdaya dan punya kesempatan setara yang lebih besar di masa depan. Maka, untuk pasal ini, sebaiknya MK menambahkan atau memuat frasa “… tingkat pusat, tingkat provinsi, tingkat kabupaten/kota, dan tingkat kecamatan.”
Pada tanggal 21 Agustus 2017 yang lalu, Partai Solidaritas Indonesia (PSI) telah mendaftarkan permohonan Judicial Review ke Mahkamah Konstitusi (MK) atas UU Pemilu tahun 2017. PSI sejak awal berkomitmen mengusung aspirasi perempuan. Seperti tercantum dalam AD/ART pasal 26 tentang kepengurusan partai, menyertakan 30% perempuan dari tingkat pusat hingga ke level kecamatan.
Langkah ini diambil untuk mendorong terwujudnya proses politik yang benar, adil, dan tanpa diskriminasi. Agar kelak perempuan tidak lagi menjadi subordinat dan bisa bersaing dengan modal asal yang sama sebagai manusia dan warga negara.
Pada hari Kamis, 5 Oktober 2017, berlangsung sidang mendengarkan keterangan pihak terkait tentang permohonan gugatan di MK. Masih akan ada persidangan-persidangan lanjutan. Semoga MK dapat memutus perkara ini seadil mungkin tanpa diskriminasi terhadap perempuan, sesuai dengan kaidah hukum universal yang berlaku.
Kita berharap, suatu saat nanti capaian para perempuan, seperti dalam laporan khusus TIME, tak lagi menjadi luar biasa. Tidak ada lagi jalan panjang berliku yang harus ditempuh para perempuan untuk mencapai apa pun cita-cita.

Menjadi Pahlawan dengan Berkarya. Milenial yang Mengubah Dunia

Majalah TIME edisi 13 November 2017 mengangkat laporan menarik tentang kiprah anak-anak umur belasan tahun yang mempengaruhi dunia. Laporan ini bertajuk “The 30 Most: Influential Teens of 2017”.
Time memilih 30 milenials ini dari berbagai tempat, bidang kreativitas, kemampuan, dan besaran pengaruh yang berhasil mereka buat. Di antara 30 anak belasan tahun itu adalah:


Auli’I Cravalho. Perempuan 16 tahun ini adalah pengisi suara karakter Moana, sebuah Film Animasi keluaran Walt Disney. Moana adalah sosok legenda di kepulauan Polinesia, putri pemberani anak kepala suku di Hawai. Film Moana mencapai box Office dan menghasilkan keuntungan 640 juta dolar Amerika.
Selanjutnya, Cravalho akan mendapat peran dalam serial di NBC, mengangkat kisah nyata perjuangan anak SMA di sebuah kota penghasil baja yang berjibaku dengan masalah lingkungan. Cravalho memilih dan melakoni setiap perannya dengan cermat.
Hampir semua peran yang dilakoni Cravalho berhasil menginspirasi banyak kaum muda. Menurut Cravalho, menjadi anak umur belasan tahun bukan berarti tidak bisa memberi pengaruh baik bagi dunia.


Steve Lacy. Lelaki 19 tahun ini adalah produser musik masa depan. Ketika pertama kali Lacy menggubah musik, dia bahkan tidak memiliki laptop. Lacy mencari cara kreatif agar bisa mencapai apa yang diinginkan. Dia ubah handphone-nya menjadi sebuah studio musik. Dia download beberapa aplikasi yang mendukung hobinya mengaransemen.
Bersama band-nya, dia berhasil meraih nominasi Grammy untuk Best Urban Contemporary Album tahun 2015. Kini, Lacy mendapat banyak tawaran proyek musik, dan tentu mendapat penghasilan yang lumayan.


Han Hyun-Min. Lelaki 16 tahun ini adalah model yang mampu mengubah image standar model di Korea Selatan. Min keturunan Nigeria dan Korea. Min kecil tumbuh besar di tengah masyarakat Korea yang masih memiliki prasangka buruk tentang orang berkulit gelap.
Min berkisah ketika di taman kanak-kanak, beberapa ibu akan memberi tahu teman-temannya, ”Jangan bermain dengan dia; jika bermain dengannya, maka akan tertular menjadi gelap kulitnya.”
Min mendapat popularitas melalui Instagram-nya. Dia kini adalah model di Korea yang paling nge-top dan banyak dicari. Dia sudah mengikuti 20 lebih pertunjukan fashion di Seoul Fashion Week baru-baru ini.
Meski masih sering menghadapi diskriminasi, namun profil Min kian hari kian meningkat. Min berharap bisa ikut mendorong standar kecantikan di Korea selatan semakin inklusif.

Mikaila Ulmer. Perempuan 13 tahun. Ulmer dulu membenci lebah. Dia pernah disengat lebah 2 kali. Kejadian ini malah menginspirasinya membuat bisnis.
Dengan resep neneknya, dia membuat campuran limun dengan air jeruk dan madu lalu menjualnya. Kini, usahanya sudah menyebar ke 300 pasar makanan di daerahnya, Texas.
Dia menyumbangkan 10% dari labanya untuk konservasi lebah madu. Dia paham bahwa lebah madu di daerahnya, Texas, sangat penting bagi ekosistem dan hampir punah.

Muzoon Almellehan. Perempuan muda 19 tahun ini adalah pengungsi Suriah yang pindah ke Yordania di tahun 2013. Kini, dia dan keluarganya telah menetap di Inggris.
Almellehan mengalami betapa suramnya menjadi pengungsi anak. Tidak semua dapat mengenyam pendidikan. Kini, Almellehen terpanggil untuk membantu nasib para pengungsi anak. Dia menjadi duta termuda UNICEF.
Dia bertugas berkeliling tempat untuk mengabarkan pentingnya pendidikan bagi anak di pengungsian. Dia juga mendatangi daerah konflik seperti Chad di mana kelompok militan Boko Haram merepresi anak-anak untuk keluar dari sekolah.
Jadi, siapa bilang anak umur belasan tahun tidak bisa mengubah dunia? Setelah kita melanglang buana, mari kita kembali ke Indonesia.
Indonesia
Hari ini kita memperingati Hari Pahlawan. Hari ini di 72 tahun lalu, tanggal 10 November 1945, terjadi pertempuran Surabaya. Perang antara tentara Indonesia melawan pasukan Sekutu.
Republik Indonesia mengalami banyak kehilangan para tentaranya. Untuk mengenang para pahlawan yang gugur, setiap tanggal 10 November kita peringati sebagai Hari Pahlawan.


Selang beberapa hari lalu, yaitu tanggal 28 Oktober, kita baru saja memperingati Hari Sumpah Pemuda. Semua tentu tahu kenapa Indonesia memperingati 28 Oktober sebagai Hari Sumpah Pemuda. Tapi, izinkan saya untuk bercerita sedikit tentang 28 Oktober di tahun 1928 ini.


Menurut catatan sejarah, hari itu merupakan hari pengakuan para pemuda Indonesia, berikrar satu tanah air, satu bangsa, dan satu bahasa. Ikrar ini merupakan hasil dari Kongres Pemuda II yang digagas oleh PPPI (Perhimpunan Pelajar Pelajar Indonesia).
Hadir dalam kongres ini, antara lain berbagai wakil organisasi kepemudaan, yaitu Jong Java, Jong Batak, Jong Celebes, Jong Sumatranen Bond, Jong Islamieten, Jong Ambon, dan pemuda Tiong hoa, seperti Kwee Thiam Hong, John Lauw Tjoan Hok, Oey Kay Siang, dan Tjoi Djien Kwie. Para Pemuda di tahun 1928 ini paham tentang arti Bhinneka Tunggal Ika. Mereka berbeda, tapi mampu bekerja sama untuk persatuan bangsa.
Setiap zaman akan melahirkan anak zamannya sendiri. Sejarah akan mencatat apa kontribusi setiap pemuda di zamannya masing-masing. Tentu, setiap zaman juga memiliki tantangan yang berbeda-beda. Dulu, tantangannya adalah melawan kolonialisme. Kini, tantangan pemuda zaman now tentu berbeda.
Kini, gelombang konservatisme melanda dunia. Dari Brexit, kemenangan Trump, kemenangan kelompok ultranasionalis di Austria dan lain-lain. Indonesia juga tak luput terkena gelombang ini. Antara lain paham-paham intoleransi yang kian meluas.
Tantangan zaman semakin kompleks. Orang muda mesti paham mana prioritas yang harus diperjuangkan.
Pentingnya Memahami Prinsip Kebajikan Universal
Mari kita melihat sebentar ke teori klasik. Menurut Socrates (470-399 SM), kebajikan adalah pengetahuan. Orang yang bijak adalah orang yang mengetahui, sementara orang yang berdosa adalah orang bodoh.
Pengetahuan yang benar akan membimbing pada tindakan yang benar. Tindakan yang jahat adalah akibat wawasan yang kurang baik. Pengetahuan diperlukan untuk membuatnya benar-benar bijak. Maka, dengan mengetahui kebenaran itu, manusia akan berbuat secara bijak.
Bagaimana caranya agar kita menjadi manusia yang bijak? Kalau menurut Socrates, kita mesti haus pengetahuan, membaca, dan mencari tahu sebanyak mungkin. Buka wawasan dan pikiran, belajar dari yang lain. Bukan untuk menjadi yang lain, tapi untuk mampu memahami yang lain. Dengan demikian, kita akan mampu menerima perbedaan.
Socrates adalah filsuf yang hidup di 4 abad sebelum masehi. Namun, ajaran filsafatnya masih relevan hingga hari ini.
Menurut Socrates, terdapat prinsip moralitas yang tidak berubah dan universal yang ada pada setiap hukum, tradisi, dan budaya di berbagai belahan dunia ini. Ada prinsip kebajikan universal—yang bersifat immortal—tanpa sekat dan batas—yang sejak dulu dan hingga kini masih relevan. Bila kita cermati, prinsip yang masih relevan hingga kini, yaitu kemanusiaan, antikorupsi, dan toleransi.


Kemanusiaan atau HAM
Dengan kemanusiaan, kita akan paham bahwa sejatinya semua manusia itu setara. Segala ras, suku, agama, dan jenis kelamin, semuanya punya hak dan kewajiban yang sama di mata hukum sebagai warga negara.




Toleransi
Indonesia kini mengalami krisis toleransi. Padahal, kita tahu bahwa Indonesia adalah bangsa yang terdiri dari beragam suku, budaya, dan agama.
Sejak ratusan tahun lalu nenek moyang kita sudah hidup berdampingan, saling menerima keberagaman. Indonesia itu terlahir beragam. Maka, menyeragamkan adalah suatu kemustahilan. Anak muda zaman now harus mampu memperjuangkan toleransi.

Pemuda Indonesia di tahun 1928 sudah membuat ikrar tentang ini. Maka, selemah-lemahnya iman, para milenial harus mampu menerima estafet ini. Menjaga persatuan Indonesia ini.




Antikorupsi
Korupsi adalah sumber dari segala masalah bangsa. Kita ambil contoh, misalnya, gizi buruk dan kematian ibu hamil dan anak. Itu bisa terjadi karena dana untuk kesehatan dikorupsi, sehingga dana yang sampai di masyarakat tidak memenuhi untuk menangani masalah kesehatan ini. Begitupun misalnya dengan pendidikan. Kalau dana di hilir dikorupsi, maka sisa dana yang sampai ke bawah tidak akan mencukupi untuk meningkatkan pendidikan.
Hal yang sama juga akan terjadi di sektor hukum, transportasi, pembangunan, dan lain-lain bila korupsi masih terjadi. Jadi, hampir seluruh akar masalah bangsa ada di korupsi.
Bila 3 hal prinsip universal itu sudah dipahami, maka kita akan yakin, jalan dan pilihan yang ditempuh para milenial sudah pada jalur yang benar. Setelahnya, kita bisa berbuat apa pun yang tidak akan mencederai nilai-nilai luhur tersebut.

Tantangan Saat Ini: Apa Kontribusi Anak Zaman Now?
Di masa Orde Baru, penyair WS Rendra pernah berkata: "Selamat Tidur Generasi Pembangunan." Kalimat satir ini untuk menggugah para pemuda di zaman itu agar tidak terlena oleh perlakuan rezim Suharto. Pemuda harus berlaku kritis.

Kala itu, rezim Suharto meninabobokan rakyat. Pemerintahannya demikian represif sehingga demokrasi mati. Setelah Reformasi, kini Indonesia sudah hidup dalam iklim demokrasi. Ini sesuatu yang harus dijaga. Keterbukaan dan kebebasan ini bisa mendorong kaum muda untuk bisa berkreativitas semaksimal mungkin, sambil tetap menjaga prinsip universal dan demokrasi.
Lalu, apa yang bisa dilakukan dalam konteks zaman saat ini?

Tentang Kapitalisme Kreatif
Menurut laporan Kata Data, ketimpangan ekonomi Indonesia berada pada peringkat 4 dunia. Berdasarkan survei dari lembaga keuangan Swiss, 1 persen orang terkaya di Indonesia menguasai 49,3 % kekayaan nasional. Jurang antara miskin dan kaya begitu jauh. Kaum mapan akan terus berlari, sementara yang kekurangan akan tetap berjalan di tempat. Ini tentu sebuah masalah. Bagaimana kita bisa membantu mengatasinya?


Untuk itu, kita perlu menelaah konsep kapitalisme kreatif. Teori ini digagas oleh Bill Gate, pemilik Microsoft. Bill Gates melihat ketimpangan ekonomi juga akan berpengaruh buruk pada pelebaran bisnis.
Saat ini, dunia memang semakin baik. Kesetaraan, demokrasi, dan tingkat capaian umur hidup manusia semakin tinggi. Bila di abad pertengahan porselen hanya ada di atas meja makan—sebagai bahan pembuat piring makan para bangsawan—kini porselen juga menjadi bahan pembuat toilet, untuk kita duduki setiap pagi di WC.
Kalau dulu komputer begitu besar, kini komputer berada dalam genggaman kita sehari-hari. Semua program IT ada dalam HP pintar. Ini bukti bahwa dunia sudah lebih semakin maju.
Namun, kita tak bisa menafikan bahwa masih ada kalangan marjinal, orang terpinggirkan, yang jauh berada di bawah taraf hidup. Mereka ini tak memiliki akses terhadap kemajuan dunia.



Bill Gate melihat masih ada kelaparan dan gizi buruk di Afrika. Masih ada angka buta huruf dan demokasi yang mati di Asia. Bila demikian, Microsoft tentu tidak bisa melebarkan bisnisnya ke Afrika dan Asia. Bagaimana mungkin menjual produknya ke Afrika dan Asia kalau masyarakat di sana tidak bisa membaca bahkan belum selesai dengan kebutuhan dasar, yaitu sandang-pangan-papan?
Bill Gates melihat ada yang salah dalam kapitalisme tradisional. Kapitalisme tradisional hanya berpikir untuk kepentingan diri sendiri. Padahal, di era yang global ini, kita tidak bisa lagi hidup sendiri. Maka di titik ini Bill Gates berpikir tentang kapitalisme kreatif.



Ketimpangan sosial-ekonomi tidak hanya merugikan para kaum marjinal, tapi juga akan membatasi pasar kapitalis. Membantu mereka yang tidak mampu akan membuka peluang pelebaran pasar. Maka, menurut Bill Gates, ada 2 hal yang harus dilakukan secara paralel, yaitu melipatgandakan keuntungan sekaligus memperbaiki taraf hidup kaum marjinal. Itu inti dari kapitalisme kreatif.


Untuk menjalani inti dari kapitalisme kreatif ini, perlu kerja sama seluruh stakeholder, dari swasta, pemerintah, hingga lembaga swadaya masyarakat. Perlu ada program-program kerja sosial yang dilakukan secara bersama oleh 3 stakeholder ini. Bill Gates mencontohkan, selama 20 tahun terakhir, Microsoft telah mendonasi 3 miliar dolar Amerika untuk mendukung misi ini.
Intinya adalah bagaimana dalam bisnis kita pun mampu memberdayakan masyarakat. Dalam konteks Indonesia, banyak kaum muda yang memulai usahanya sambil berusaha memberdayakan masyarakat. Misalnya, Nadiem Makarim. Aplikasi yang dia buat mampu menghubungkan masyarakat yang butuh transportasi cepat dengan para pemilik kendaraan.
Sebelumnya warga tidak berdaya akan kemacetan kota. Waktu habis di jalan. Kini warga sebagai konsumen bisa lebih berdaya, bisa memilih akan memakai transportasi yang lebih menguntungkan mereka dari harga dan waktu. Bisa lebih cepat sampai ke tujuan dan tempat kerja. Sehingga, masih ada energi, ada waktu tersisa untuk melakukan kegiatan lain.
Aplikasi bikinan Nadiem juga membuka akses pasar para pengusaha makanan. Ada akses yang lebih luas, yang tidak terbatas. Karena pasar ini ada di virtual, yaitu warga yang men-download dan menggunakan aplikasi ini.
Upaya Nadiem Makarim memberi dampak kongkret, yaitu membawa masyarakat marjinal masuk dalam pasar. Bila seseorang bisa masuk ke dalam pasar, maka ia punya kesempatan untuk meningkatkan taraf hidupnya.


Perlu dicatat, Nadiem mampu melakukan ini karena kondisi negara yang terbuka dan demokratis. Adalah mustahil membuat itu bila negara ini berada dalam suasana tertutup dan otoriter seperti Korea Utara.
Apa yang mau saya sampaikan di sini adalah: Sebagai pemuda, kita perlu paham dulu nilai-nilai universal yang harus kita jaga, yaitu toleransi, kemanusiaan, dan antikorupsi. Kita mesti mampu meneruskan tongkat estafet yang pernah diikrarkan oleh para pemuda di tahun 1928.
Selemah-lemahnya iman, bila kita mampu mempertahankan ini, itu sudah suatu langkah minimal. Selanjutnya, kita akan teryakinkan bahwa pemuda zaman now tidak akan salah arah tentang kreativitas yang akan mereka buat.
Bila di negara lain, seperti laporan dalam majalah TIME, anak umur belasan tahun mampu berbuat sesuatu yang mempengaruhi dunia, maka yakin, anak muda milenial Indonesia lebih mampu untuk melakukan kreativitas lebih dari itu. Dengan tetap mempertahankan nilai-nilai dasar yang telah diikrarkan oleh pendahulunya, maka apa pun kelak yang milenial buat, niscaya tidak akan mencederai bangsa dan negara.
Selamat Hari Pahlawan dan Hari Sumpah Pemuda. Indonesia memiliki banyak tanggal untuk memperingati sesuatu. Jangan sampai itu hanya menjadi peringatan belaka tanpa makna dan jiwa. Tunjukkan bahwa pemuda zaman now mampu memaknainya dengan tindakan kongkret. Kebaikan bagi seluruh bangsa Indonesia. Menjadi pahlawan dengan berkarya.
Makalah ini sebelumnya disampaikan pada acara Diskusi Peringatan Sumpah Pemuda dan Hari Pahlawan 2017 di Universitas Trisakti, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Jumat 10 November 2017.
Referensi:

Kamis, 05 Februari 2009

Kiprah Lucu Para Partai dan Caleg nya.

Seperti biasa, di tengah ngurus kerjaan, saya sempatkan buka facebook.
Sempat tidak sempat, harus sempat buka facebook hehehe… Mumpung belum di fatwa haramkan sama MUI. (Emang ngaruh gitu sama fatwa MUI? Ya enggaklah. Enak aja)

Mata saya terantuk pada satu tagline kawan di Facebook. Tag itu membikin saya tersenyum. Begini tulisannya: "Permadi masuk Gerindra: "Di makam Bung Karno itu, Prabowo melamar aku. Dia itu Sukarno Kecil, lhoo!" Oyaaa???

Menurut temen saya, Permadi seriues bilang begitu. Mungkin permadi lagi mabok kemenyan. Hahhaaha… Siapa nggak kenal kiprah Permadi. Sejak dulu, anggota dewan yang satu itu emang serba klenik banget. Ada indikasi, Permadi enggak disukai sama TK lagi, trus mendekat ke Gerindra. Apapun itu, mbok ya pragmatis sedikit. Masa Permadi bilang Prabowo seperti Sukarno Kecil. Trus masa di lamar nya di kuburan sih. Umumnya orang kalo me-lobby ya di café, atau di restoran, atau di mana kek. Ini kok di bukuran. Serem amat.

Tak berapa lama, temen saya itu, mengubah tag nya lagi menjadi " Satu iklan, dua telinga. 1) "Gerindra, Gerindaah, negriindah, negeri indaaah .. 2) "Gerindra, Gerindraah, Ngerindraah, Ngeriiii Daah, Ngeriiii!"

Kalo ini menurut dia sekadar lucu-lucuan aja. Memang banyak yang lucu lucu belakangan ini.
Contohnya gambar yang saya temukan di sini

Norak karena Keturunannya


Norak karena anaknya


Norak karena baru belajar Photoshop

Mereka ini mau maju caleg tapi kok nggak percaya diri. Suruh kakek buyutnya aja yang maju caleg. kalo dia bapaknya Chyntia Lamusu, trus kenapa? Yang terakhir masih mendingan lah, meski agak agak katrok. Berasa jadi superman malah jadi mirip Suparman. Kenapa nggak Sekalian aja foto bareng sama Tukul. Biar makin katrok dan makin tenar. Heheheh…

Masih ada yang lucu lagi nih. Berita bisa di klik di disini :
JAMBI - Seorang calon anggota DPRD Jambi dari Partai Keadilan Sejahtera Zul Hamdi Alhamidi tertangkap basah sedang menikmati pijat plus di salah satu panti pijat di Jambi, tadi malam...

Akhirnya setelah 4 tahun, PKS bisa mengakui enaknya duit dan kenikmatan duniawi.. hehehehe..
Di antara lucu lucu yang katrok itu, untungnya masih ada lucu yang kreatif. Ini blog wartawan muda yang kritis dan kreatif. Gosippemilu namanya.
Mereka bikin kaos yang mampu bikin kita tersenyum.

Kaos Tolak Fatwa Haram MUI

Kaos Ogah Ikut Parpol

Kaos Anti Caleg Artis

Saya yakin, ini belum seberapa. Ke depan, pasti masih ada kelucuan-kelucuan lainnya. Maka waspadalah waspadalah… hehehe..
~ Cheers

Selasa, 27 Januari 2009

Dari Kunstkring ke Buddha Bar


Gedung bekas kantor imigrasi di pojokan Jalan Cut Nyak Dien dan Jalan Teuku Umar, Menteng Jakarta Pusat ini akan dijadikan Buddha Bar, sebuah konsep restoran yang dibawa oleh Raymond Visan dari Perancis.


Sabtu, 22 November 2008 | 15:59 WIB

Dastin Hillery, Suci Mayang Sari, dan Agus Surja Sadana, tercatat sebagai tiga pemenang sayembara konsep penggunaan dan pengelolaan bangunan cagar budaya, dalam hal ini gedung eks Imigrasi atau gedung Kunstkring di pojokan Jalan Cut Nyak Dien dan Jalan Teuku Umar. Itu tahun 2003. Kini nama itu barangkali sudah terlupakan atau dilupakan.

Dastin, juara pertama, mengusulkan gedung digunakan sebagai perikatan seni Jakarta sesuai fungsi di masa lalu. Lantai dasar gedung berlantai dua itu diusulkan sebagai ruang pamer utama. Sedangkan lantai dua digunakan untuk kuliah umum, talkshow, diskusi, termasuk penyediaan toko buku seni dan arsitektur.

Mayang Sari, juara kedua, mengusulkan gedung digunakan komunitas seni arsitektur Jakarta. Sedangkan Agus Sadana, juara tiga, mengusulkan gedung dimanfaatkan sebagai resto bernuansa tempo dulu.

Setelah sempat terbengkalai, kini gedung rancangan PAJ Moojen itu siap berdegup kembali. Gedung itu akan menjadi Buddha Bar, sebuah konsep restoran yang dibawa oleh Raymond Visan dari Perancis. Pengelolaan dipegang PT Nireta Vista Creative (PT NVC) selama lima tahun. Ini merupakan kali pertama sebuah bangunan cagar budaya (BCB) dipugar kemudian berfungsi lagi dengan pengelolaan oleh pihak swasta.
Tentu saja, Pemprov DKI masih menjadi pemilik sah gedung itu. Menurut Setia Gunawan, Kasubdis Pelayanan Dinas Kebudayaan dan Permuseuman DKI, pengelola menyewa gedung itu selama lima tahun dengan nilai sekitar Rp 4 miliar atau Rp 800 juta/tahun.

Selain Buddha Bar, pengelola menyediakan sedikit lahan untuk pameran lukisan. Galeri itu ada di lantai bawah bagian depan. Sisanya, untuk restoran dan lounge. Gubernur DKI Fauzi Bowo berencana membuka tempat baru itu pada 28 November 2008 mendatang.

Apresiasi seni

Dalam buku Menteng, Kota Taman Pertama di Indonesia karangan Adolf Heuken, gedung dengan dua menara tersebut merupakan awal sejarah arsitektur Indonesia. Semula gedung itu milik Nederlandsch Indische Kunstkring (Lingkar Seni Hindia Belanda), perkumpulan yang membangkitkan apresiasi warga Batavia terhadap seni.

Gedung dibangun tahun 1913, setelah pada tahun 1912 NV De Bouwpleg menyumbangkan sebidang tanah. Dalam buku itu juga disebutkan, selama sepuluh tahun uang sewa restoran Stam en Weyns, yang menggunakan lantai bawah gedung, dipakai untuk melunasi pinjaman.

Di tempat ini diadakan pameran lukisan, pertunjukan musik, dan ceramah. Tak ketinggalan perpustakaan berisi buku tentang kesenian juga tersedia. Tahun 1936 dibuka museum berisi lukisan karya van Gogh dan Picasso, yang dipinjam dari museum di Eropa. Tak ketinggalan pameran lukisan tentang Oud Batavia digelar di sini.

Dari catatan Warta Kota, tahun 1993 bekas gedung Imigrasi yang saat itu dihargai Rp 9 miliar ini ditukar guling (ruilslag) dengan gedung kepunyaan PT Mandala Griya Cipta (MGC) milik Tommy Soeharto. Sebagai gantinya, Departemen Kehakiman diberi kantor baru di Kemayoran.

Namun kemudian pada sekitar tahun 1999, kondisi bangunan yang dilindungi dan berklasifikasi A ini berantakan. Kusen, daun pintu dan jendela lenyap. Pagar seng menutupi sekeliling bangunan. Tahun 2002, Pemprov DKI membeli gedung ini kembali. Setahun kemudian diadakan sayembara dan kemudian pemugaran dimulai.

Pradaningrum Mijarto

Sumber: http://www.kompas.com/read/xml/2008/11/22/15594176/dari.kunstkring.ke.buddha



From Kunstkring to Buddha Bar - by Pradaningrum Mijarto



This Ex-Immigration building at the corner of Cut Nyak Dien street and Teuku Umar street, Menteng, Central Jakarta, will become Buddha Bar, a concept of restaurant which is brought by Raymond Visan from France.



Dastin Hillery, Suci Mayang Sari, and Agus Surja Sadana, noted as the top three winner of the contest of the usage and management of heritage building concept, in this case the ex-immigration building or known as Kunstkring Building at the corner of Cut Nyak Dien street and Teuku Umar street. That was year 2003. Now that name maybe has forgotten.

Dastin, the first winner, suggest to use the building as a Jakarta art union, suit as its function at the past. The ground floor of this 2 floors building was suggested to use as a main showroom. While the 2nd floor was suggested to use as a public lecture room, talk show, discussion forum, including art book and architecture store.

Mayang Sari, the second winner, suggest to use the building as a Jakarta architecture art community. While Agus Sadana, the third winner, suggest to use the building as a past nuance restaurant.

After neglected for some time, now the building designed by PAJ Moojen ready to beating again. It will become
Buddha Bar, a restaurant concept which is brought by Raymond Visan from France. This bar will manage by PT Nireta Vista Creative (PT NVC) for 5 years. This is the first time for a heritage building restored and re-function under management from private party.

The owner of this building is still Jakarta Government of course. Setia Gunawan, Kasubdis (Head of sub-agency) of Official Jakarta Culture & Museum Service said the rent price is about Rp 4 billion for 5 years or Rp 800 million/year.

Besides Buddha Bar, management kept some space for picture gallery which is on the first floor in the front area. The rest is for restaurant and lounge. Governor of Jakarta, Fauzi Bowo, scheduled to officially open the new place at November 28, 2008.

Art Appreciation

In the book
Menteng, Kota Taman Pertama di Indonesia by Adolf Heuken, the 2 tower building is a form of the beginning of Indonesia architecture history. Originally the building owned by Nederlandsch Indische Kunstkring (Nederland Art Circle / Lingkar Seni Hindia Belanda), a club that rise Batavia people's appreciation to the art.

The building was built in 1913, after NV De Bouwpleg donated a piece of land in 1912. It was said in that book that for a decade rent money from
Stam en Weyns restaurant, which was using the first floor, used to paid off the debt.

This place was held to painting exhibition, music concert, and lecture. There was also a library filled with books about art. A museum containing art works from Van Gogh and Picasso, borrowed from Europe museums, was opened here in 1936. Also a picture exhibition about Oud Batavia was held here.

From Warta Kota's record, in 1993, this ex-Immigration building, that was priced Rp 9 billion at that time, was exchanged
(ruilslag) with a PT Mandala Griya Cipta (MGC) building owned by Tommy Soeharto. As a compensation, a new office at Kemayoran was given to Justice Department.

Later at about 1999, the condition of this law protected and A-classification building was very messy and poor. Windows, doors, frames were disappeared. Iron-sheeting fence covered around the building. In year 2002, Jakarta government bought back this building. A year later a contest was held and a restoration was beginning.

resource : http://jakartathecity.blogspot.com/2008/11/from-kunstkring-to-buddha-bar.html

Senin, 26 Januari 2009

Sering Terjadi "Kasus Jatuh di Tempat Biasa" di Sarinah

Pada Selasa 12 Januari 2008, saya terjatuh di dalam area gedung Sarinah. Kala itu saya ingin menuju lift yang menghubungkan lantai satu dengan lantai-lantai dibawahnya (lift yang berada dekat klinik dan dekat ATM). Lift tersebut berada di dalam selasar yang berpintu. Untuk menuju lift itu tentunya kita harus melewati pintu. Sayangnya, persis di garis batas pintu, terdapat beda tinggi lantai yang lumayan tinggi, sekitar 20 cm.

Bagi orang-orang yang baru pertama kali memasuki daerah itu, tentunya tidak akan menyadari bila persis di bawah ambang pintu, ada beda tinggi lantai. Menurut cara mendesain bangunan yang benar, bila memang ada beda tinggi lantai, seharusnya di depan pintu di beri bordes dulu. Jangan langsung turun begitu rupa.

Sambil mendorong pintu, dengan yakinnya saya melangkah tanpa menyadari adanya turunan. Walhasil kaki kanan saya terpleset dan terplintir, sementara kaki kiri saya masih melayang melangkah belum menapak lantai. Badan saya limbung dan jatuh kedepan. Saya sempat syok dan hampir pingsan. Butuh waktu agak lama bagi saya untuk menyadari apa yang terjadi. Orang-orang yang kebetulan berada di sekitar membantu saya menuju klinik yang tidak jauh dari sana. Dari orang-orang tersebut saya mendengar, kasus semacam saya sudah sering terjadi. Bahkan ketika orang-orang membawa saya ke klinik, tanpa memberi penjelasan, sang dokter langsung bisa menerka, “Jatuh di tempat biasa? di pintu dekat lift?”. Ternyata kasus ini sudah sering pula di temui oleh sang dokter.

Kedua lutut dan pergelangan kaki kanan saya cedera. Saat itu saya masih bisa berjalan. Klinik memberikan balsam pada cedera saya. Saya kembali ke kantor untuk bekerja. Namun makin lama pergelangan kaki saya makin sakit dan membengkak sebesar bola tenis. Kaki saya tidak bisa lagi untuk menapak dan menyangga tubuh. Kedua lutut dan tangan saya membiru. Akhirnya saya kembali berobat ke RSCM. Menurut hasil rontgen, pergelangan kaki saya mengalami Soft Tissue swelling di sekitar maleolus lateral. Jaringan lunaknya bergeser. Dokter meng-Gips cedera saya dan selama dua minggu saya harus mengistirahatkan kaki saya.



Atas kejadian ini saya merasa amat dirugikan. Saya tidak bisa bekerja. Saya tidak bisa beraktifitas. Kehidupan saya terganggu. Bahkan untuk ke kamar mandi pun sulit. Saya kesal dan amat dirugikan.

Menurut orang-orang dan dokter klinik di gedung Sarinah, kasus semacam saya bukan pertama kalinya terjadi. Mengapa tidak ada perhatian dari pengelola Gedung Sarinah?Bila memang ada beda tinggi lantai, seharusnya di depan pintu di beri bordes dulu. Jangan langsung turun begitu rupa.






Pihak pengelola Gedung Sarinah harus bertanggung jawab atas keselamatan para kastemernya. Semoga saya merupakan korban terakhir dari turunan tersebut.

~ Suci Mayang

Kamis, 11 Desember 2008

Barbeque

Sejak tinggal di Kramat asem, Andy seneng banget bakar-bakaran. Nggak hanya di akhir pekan, di tengah minggu kerja dia bisa tuh barbeque. Pulang kerja, ganti kostum, keluarin daging dari kulkas, siapin alat bakar, arang dan spirtus. Udah deh, dengan asiknya dia duduk nyantei bikin api di depan rumah.

Tunggu beberapa menit, Andy akan manggil-manggil "yang, ambilin, piring. Yang ambilin nasi. Yang ambilin garam. Sendok, spatula, bla bla bla, bli bli, blu blu". Kan nyebelin banget tuh. Kenapa nyuruhnya enggak sekaligus. Biar gue nggak bolak-balik. Meski nyebelin, gue tetep ngambilin dongs. Abis gue enggak tega melihat tampangnya yang bulet memerah keringetan kena panas bara itu. Tampangnya jadi mirip daging panggang. Hehe..


Andy semangat banget ngipas-ngipas..

Sampe kipas itu rusak dan menyerah.


Besoknya doski beli kipas angin.

Usai bakar-bakaran. Masih ada kerjaan menunggu. Mencuci semua perkakas perang. Ya bagi-bagi kerjaan lah. Andy beresin sampah-sampah bekas barbeque, gue yang cuci perkakasnya. Paling susah itu mencuci alat panggang. Karena besar dan gak muat di wastafel. Trus serpihan daging yang nempel mengeras di besi itu loh. Susah banget di cucinya.

Meski cape, tapi kadang seru juga. Apalagi kalo kita barbeque-an nya berdua aja. Ditengah suasana senja, dari terang ke gelap. Duduk melihat bintang. Menunggu daging dan ikan matang. Percikan api saling bersahut dengan alunan musik dari Ipod. Hehehe.. Romantis yang kapiran.. dinner nya bukan pake lilin tapi pake bara api…

Kalo hari libur, ritme bakar membakar bisa seperti minum obat. 2 kali sehari. Bangun tidur ngopi bentar. Trus "peralatan perang" di gelar di depan rumah. Gak berapa lama doski udah asik ngipas-ngipas daging atau ikan di atas bara. Sore hari nya, dia bisa tuh gelar alat perang lagi untuk bikin barbeque-an.

Tetangga sebelah rumah, Teguh dan vivi, ternyata juga setali tiga uang. Sering dan seneng banget bikin barbeque. Kita sering juga bikin barbeque bersama. Kadang cuma ber-empat aja, kadang mengundang beberapa teman dekat.

Tempatnya memang mendukung. Konsepnya kayak Town house gitu. Ada 5 unit rumah yang berjajar menghadap halaman dan dilingkari pagar bersama. Meski luasan tiap unit rumahnya kecil tapi halamannya luas bow. Sang pemilik punya hoby tanaman. Jadi di depan rumah itu tertata rapi jajaran tanaman bunga adenium berbagai warna. Lokasi rumah juga jauh dari jalan raya, jadi enak untuk bikin acara kumpul-kumpul. Nggak perlu kawatir mengganggu tetangga.

Kamis, 30 Oktober 2008

Dari Jogja "Ber-ati nyaman" menuju RI 1 untuk perubahan

Tanggal 28 Oktober 2008 kemarin, tepat peringatan 80 tahun Sumpah pemuda. Di hari yang sama, nun di alun-alun Jogjakarta, Sri Sultan Hamengkubuwono X menggelar Pisowanan Ageng. Dari kata 'Sowan' yang artinya ketemu, Pisowanan Ageng memiliki arti kata "Pertemuan Agung".

Pisowanan Ageng ini mengingatkan saya pada cerita masa ke emasan Majapahit di abad ke 14. Kala tampuk kerajaan di pegang oleh dua Ratu, Sri Gitarja dan Dyah Wiyat, dengan Gajah mada sebagai patih nya. Kala itu dikisahkan, setiap tahun Majapahit menggelar semacam acara pertemuan besar. Dihadiri oleh utusan dari seluruh kerajaan bawahan sebagai tanda takluk pada Majapahit. Pada pertemuan ini, semua utusan melaporkan keadaan di wilayahnya. Segala kemajuan dan kesulitannya. Berharap Sang Ratu Kembar dapat memerintahkan pengiriman bantuan. Pengiriman bahan pangan bagi wilayah yang terkena gagal panen. Pengiriman dukun kesehatan bagi wilayah yang terkena wabah penyakit. Atau setidaknya dapat diberikan kewajiban pengurangan upeti.

Ratusan abad kemudian, gelar pertemuan ini masih terjadi. Tapi konteksnya jelas sudah beda. Di abad 21 ini Pisowanan Ageng hanya menjadi ajang Pak Sultan bertemu rakyatnya.





Kala kecil dulu, meski samar-samar saya masih ingat, Yangti (nenek saya yang tinggal di Jogja) pernah bercerita. Suatu ketika, di sebuah acara -mungkin pisowanan Ageng- tetangganya pernah datang menemui Alm Sri Sultan Hamengkubuwono ke IX (ayah dari pak Sultan X). Di belakang panggung sang tetangga mencegat Rajanya dan memohon bisa menurunkan hujan, agar sawahnya tak jadi gagal panen akibat kemarau panjang. Menurut si tetangga, kala itu sang Raja hanya tersenyum dan menyuruhnya pulang. Dua hari kemudian, hujan turun deras, dan sawahnya berhasil panen. Boleh percaya boleh tidak. Tapi Nenek saya percaya betul kalau Raja nya begitu memiliki kemampuan lebih.

Pertama kali mendengar cerita itu, saya begitu takjub. Kini setelah besar, saya berpikir, kok nggak rasional sekali ya cerita itu. Ah jawa, kadang eksotik tapi juga penuh klenik. Setengah darah saya mengalir darah Jogja. Meski saya belum tercerabut dari akarnya, tapi saya Lahir dan besar di Jakarta, bersama Prambors dan majalah Hai. Di banding cerita Yangti, tentu saya lebih percaya Google dan rock and roll.

“Djawa adalah kontji” begitu kata Aidit di film G30S/PKI. Ini memang SARA, Tapi kita gak bisa menafikan fakta dan riset. Sejak ribuan tahun silam Jawa memang motor dari kebudayaan dan kemajuan nusantara. Karakter dan tipologi pulau Jawa lebih mendukung penghuninya menggapai pencapaian lebih maju dibanding manusia di pulau yang lain di Nusantara. Seperti yang termaktub dalam buku “Nusantara : A History of Indonesia” karya Bernad HM Vlekke. Namun demikian, nggak baik juga kalo ‘Jawa’ di stigma-kan sehingga menjadi alasan penghalang untuk maju.

Kalau ditarik lebih ke belakang, Keraton Jogja telah banyak mendukung perjuangan pergerakan kemerdekaan, di banding Keraton Solo yang cenderung apatis dengan perjuangan politik bangsa. Keraton Jogja berani menolak bekerja sama -atau setidaknya berseberangan jalan- dengan Belanda dan Jepang. Mungkin ini yang membuat para Sultan Jogja lebih berkarisma di mata ‘rakyat’nya. Seperti kaum Nahdliyyin terhadap Gusdur.

Tahun 1998 silam, Kala Reformasi merebak, ada 4 nama yg sibuk berembug di Ciganjur. Mereka adalah GusDur, Megawati, Amien Rais, dan Pak Sultan HB X. Selepas 1998, salah satunya sempat menjadi Ketua MPR, sementara dua lainnya sempat menjadi Presiden RI. Tapi Pak Sultan selalu setia 'duduk' di Jogja.

Saya pikir, kesultanan Jogja tidak hanya simbol Monarkhi dan sejarah. Kesultanan Jogja juga telah berkontribusi bagi terciptanya Kemerdekaan dan Reformasi Bangsa ini. Setiap Sultan Jogja menciptakan Kiprahnya masing-masing. Almarhum HB IX ikut pergerakan kemerdekaan. Pak Sultan HB X turut serta dalam reformasi.

Reformasi kini berumur 10 tahun. Telah dua kali Pemilu Pak Sultan di gadang-gadang menjadi capres. Mungkin ini saatnya Pak Sultan muncul kembali ke Jakarta. Di Pisowanan Ageng kemarin, Pak Sultan mendeklarasikan maju menjadi bakal Capres. Namun perjuangan masih panjang dan berat. Saat ini tak cukup dengan dukungan rakyat saja. Pak Sultan harus mampu menggandeng Parpol besar demi perolehan 25 % suara Legislatif.





Dilihat dari banyaknya dukungan di Pisowanan Ageng, juga pengalaman Pak Sultan memimpin Jogja, saya kira itu sudah modal awal. Selama kepemimpinan Pak Sultan betapa Jogja yang plural masyarakatnya mampu hidup harmonis dan “Ber Ati Nyaman” -seperti slogan DIY. Bila Pak Sultan berhasil di Pemilu nanti, tentunya dia dapat menularkan slogan tersebut sehingga Indonesia ber-ati Nyaman.

Tidak ada yg hitam putih di dunia ini. Di banding Bakal Capres yang lain, track record Pak Sultan termasuk cukup baik. Anti poligami, open mind, dan berbhineka tunggal ika. Saya percaya setiap warga negara berhak mencalonkan diri-sesuai UU yang berlaku. Makin banyak pilihan capres makin bagus buat kita memilih.
Ah .. sok tau sekali ya saya ini hehehe...

~Mayang