Welcome To My Paradise

Welcome To My Paradise

Kamis, 23 November 2017

Kenapa Politik Afirmasi di Undang-Undang Pemilu Perlu?





JALAN PANJANG PEREMPUAN
Majalah TIME edisi 18 September 2017 mengangkat laporan khusus bertajuk “Firsts: Women who are changing the World”. Para perempuan yang mengubah dunia. Majalah TIME mewawancara 46 perempuan dari beragam disiplin ilmu, ranah pekerjaan, lokasi, budaya, dan umur. Mereka adalah para perempuan pionir. Perempuan pertama yang melakukan pencapaian tertentu di bidangnya.
Mulai dari Hillary Clinton, perempuan pertama yang memenangi konvensi partai besar di Amerika untuk maju menjadi calon Presiden. Ada juga Oprah Winfrey, perempuan pertama yang memiliki sekaligus memproduseri sendiri program Talk Show-nya.
Di dunia film animasi, ada Jennifer Yuh Nelson, perempuan pertama yang menyutradarai film Animasi Hollywood. Ava DuVernay, sutradara perempuan pertama yang filmnya masuk dalam nominasi Oscar. Rita Moreno, perempuan keturunan Amerika Latin pertama yang memenangi penghargaan Emmy, Grammy, dan piala Oscar.
Di bidang ekonomi, ada Janet Yellen, perempuan pertama yang memimpin The FED, Bank Central Amerika. Dari dunia musik, ada Aretha Franklin, perempuan pertama yang didapuk dalam penghargaan musik Rock & Roll. Hingga, Kathryn Sulliva, astronot perempuan pertama yang berjalan di luar angkasa. Total 46 perempuan melakukan pencapaian pertama yang belum pernah dicapai sebelumnya.
Ada benang merah yang sama di antara kisah mereka. Sebelumnya, mereka tidak pernah bercita-cita menjadi pionir. Mereka hanya terus belajar dan bekerja.
Pada umumnya, lingkungan sekitar belum sepenuhnya mendukung perempuan, apalagi dengan ras tertentu dapat mencapai hal-hal tersebut. Capaian mereka itu menjadi hal yang luar biasa karena jalan panjang yang harus mereka tempuh, yang belum tentu didukung oleh semua pihak.
Namun, tidak berarti mereka nir-dukungan. Sedikit dukungan biasanya datang dari keluarga dan orang terdekat. Satu hal yang timbul dari dukungan ini adalah rasa percaya diri untuk terus belajar dan berusaha. Faktor psikologis ini penting.
Harriet Taylor, seorang feminis liberal yang hidup di abad 19, dalam tulisannya “Enfrachisement of Women”, yakin perempuan harus memilih antara menjadi istri dan Ibu, atau bekerja di luar rumah. Tak berhenti di situ, dia juga percaya ada pilihan ketiga bagi perempuan, yaitu menambahkan karier/pekerjaan di luar fungsi domestik dan maternalnya.
Perempuan yang telah menikah tidak dapat sungguh-sungguh setara dengan suaminya. Dia harus memiliki kepercayaan diri. Ini faktor psikologis. Ini bisa didapat bila dia mampu berkontribusi “material” dalam menopang keluarga.
Tak penting berapa banyak dia berkontribusi, asalkan sebagian kecil dari material penopang keluarga datang dari dia, sang perempuan. Ringkasnya, untuk menjadi partner dari suaminya, maka istri harus memiliki penghasilan dari pekerjaan di luar rumah.
Konteks di era Harriet Taylor tentu sudah berbeda dengan sekarang. Kini, faktor psikologis berupa dukungan dari keluarga tak lagi cukup untuk mendorong perempuan melakukan capaian tertentu. Masyarakat dan negara harus juga memberikan dukungan
Kaum Liberal Kesejahteraan yakin setiap individu memiliki posisi asal yang berbeda. Ada ketidakberuntungan bagi beberapa individu ketika memasuki persaingan. Maka, diperlukan intervensi negara.
Kalau menggunakan perspektif ini, budaya Indonesia yang patriarkal membuat kaum perempuan memiliki posisi asal yang berbeda. Maka, tindakan afirmasi perlu diberlakukan. Bila kesetaraan bisa ditempuh melalui jalan tersebut, maka perlu keberpihakan negara untuk membuat setiap individu memiliki modal dasar dan kesempatan yang sama.
Keterwakilan perlu juga dilihat dari persentasi. Bila kita mengamati Data Sensus Penduduk 2010, populasi perempuan dan laki-laki tidaklah terpaut jauh. Namun, persentasi perempuan di eksekutif dan legislatif amat jauh di bawah lelaki.
Partisipasi perempuan di dalam kegiatan politik masih terkendala dari sisi kuantitas. Ada ketersediaan yang kurang. Kepengurusan 30% perempuan di setiap jenjang kepengurusan partai masih mendapat banyak penolakan. Usaha untuk mendorong 30% keterwakilan perempuan masih belum terlihat hasilnya.
Menurut Idha Budhiati, Komisioner KPU, dalam wawancaranya dengan Jurnal Perempuan, hal ini disebabkan oleh aspek pendidikan politik yang tidak cukup. Karena itu, partai politik harus melakukan pendidikan, rekrutmen, dan kaderisasi dari tingkat atas hingga bawah.
Dukungan untuk menciptakan tindakan afirmasi harus terus digalakkan, tidak hanya dari luar, tapi juga dari dalam sistem. Percepatan akan lebih terasa bila hal ini muncul dari dalam sistem. Pengarusutamaan gender perempuan harus dilakukan di semua lini kebijakan. Di setiap aturan dan perundang-undangan yang dibuat.
Alih-alih membenahi ini, Undang-undang Pemilu tahun 2017 malah tidak mendukung terciptanya supply perempuan dalam politik. Pasal 173 ayat 2 huruf e berbunyi: “Partai politik dapat menjadi Peserta Pemilu setelah memenuhi persyaratan: e. menyertakan paling sedikit 30% (tiga puluh persen) keterwakilan perempuan pada kepengurusan partai politik tingkat pusat."
Pasal ini inkonsisten dengan UUD 45 dan beberapa aturan perundangan. Ketika banyak suara menginginkan pengarusutamaan gender, mengapa UU Pemilu 2017 tidak mendukung? Mengapa keterwakilan pengurus perempuan 30% hanya di tingkat pusat saja dan tidak diwajibkan hingga ke tingkat kecamatan?
Angka 30% itu bukan sekadar ambil dari langit. Ini merupakan hasil penelitian PBB. Angka 30% adalah angka yang dapat mengubah keadaan. Bila ingin perempuan berdaya, maka perlu ada tindakan afirmasi di setiap level. Ini juga berdampak pada kesiapan dan ketersediaan jumlah perempuan untuk masuk dalam legislatif.
Perlu mulai dijaring sejak jenjang terbawah, sehingga akan terjaring banyak calon pengambil keputusan perempuan. Karena perempuan tentu lebih paham apa kebutuhannya dari kacamata perempuan. Langkah ini penting untuk memperbaiki kualitas kebijakan agar tidak bias gender.
Lebih dari itu, langkah ini penting agar perempuan sebagai warga negara Indonesia juga lebih berdaya dan punya kesempatan setara yang lebih besar di masa depan. Maka, untuk pasal ini, sebaiknya MK menambahkan atau memuat frasa “… tingkat pusat, tingkat provinsi, tingkat kabupaten/kota, dan tingkat kecamatan.”
Pada tanggal 21 Agustus 2017 yang lalu, Partai Solidaritas Indonesia (PSI) telah mendaftarkan permohonan Judicial Review ke Mahkamah Konstitusi (MK) atas UU Pemilu tahun 2017. PSI sejak awal berkomitmen mengusung aspirasi perempuan. Seperti tercantum dalam AD/ART pasal 26 tentang kepengurusan partai, menyertakan 30% perempuan dari tingkat pusat hingga ke level kecamatan.
Langkah ini diambil untuk mendorong terwujudnya proses politik yang benar, adil, dan tanpa diskriminasi. Agar kelak perempuan tidak lagi menjadi subordinat dan bisa bersaing dengan modal asal yang sama sebagai manusia dan warga negara.
Pada hari Kamis, 5 Oktober 2017, berlangsung sidang mendengarkan keterangan pihak terkait tentang permohonan gugatan di MK. Masih akan ada persidangan-persidangan lanjutan. Semoga MK dapat memutus perkara ini seadil mungkin tanpa diskriminasi terhadap perempuan, sesuai dengan kaidah hukum universal yang berlaku.
Kita berharap, suatu saat nanti capaian para perempuan, seperti dalam laporan khusus TIME, tak lagi menjadi luar biasa. Tidak ada lagi jalan panjang berliku yang harus ditempuh para perempuan untuk mencapai apa pun cita-cita.

Menjadi Pahlawan dengan Berkarya. Milenial yang Mengubah Dunia

Majalah TIME edisi 13 November 2017 mengangkat laporan menarik tentang kiprah anak-anak umur belasan tahun yang mempengaruhi dunia. Laporan ini bertajuk “The 30 Most: Influential Teens of 2017”.
Time memilih 30 milenials ini dari berbagai tempat, bidang kreativitas, kemampuan, dan besaran pengaruh yang berhasil mereka buat. Di antara 30 anak belasan tahun itu adalah:


Auli’I Cravalho. Perempuan 16 tahun ini adalah pengisi suara karakter Moana, sebuah Film Animasi keluaran Walt Disney. Moana adalah sosok legenda di kepulauan Polinesia, putri pemberani anak kepala suku di Hawai. Film Moana mencapai box Office dan menghasilkan keuntungan 640 juta dolar Amerika.
Selanjutnya, Cravalho akan mendapat peran dalam serial di NBC, mengangkat kisah nyata perjuangan anak SMA di sebuah kota penghasil baja yang berjibaku dengan masalah lingkungan. Cravalho memilih dan melakoni setiap perannya dengan cermat.
Hampir semua peran yang dilakoni Cravalho berhasil menginspirasi banyak kaum muda. Menurut Cravalho, menjadi anak umur belasan tahun bukan berarti tidak bisa memberi pengaruh baik bagi dunia.


Steve Lacy. Lelaki 19 tahun ini adalah produser musik masa depan. Ketika pertama kali Lacy menggubah musik, dia bahkan tidak memiliki laptop. Lacy mencari cara kreatif agar bisa mencapai apa yang diinginkan. Dia ubah handphone-nya menjadi sebuah studio musik. Dia download beberapa aplikasi yang mendukung hobinya mengaransemen.
Bersama band-nya, dia berhasil meraih nominasi Grammy untuk Best Urban Contemporary Album tahun 2015. Kini, Lacy mendapat banyak tawaran proyek musik, dan tentu mendapat penghasilan yang lumayan.


Han Hyun-Min. Lelaki 16 tahun ini adalah model yang mampu mengubah image standar model di Korea Selatan. Min keturunan Nigeria dan Korea. Min kecil tumbuh besar di tengah masyarakat Korea yang masih memiliki prasangka buruk tentang orang berkulit gelap.
Min berkisah ketika di taman kanak-kanak, beberapa ibu akan memberi tahu teman-temannya, ”Jangan bermain dengan dia; jika bermain dengannya, maka akan tertular menjadi gelap kulitnya.”
Min mendapat popularitas melalui Instagram-nya. Dia kini adalah model di Korea yang paling nge-top dan banyak dicari. Dia sudah mengikuti 20 lebih pertunjukan fashion di Seoul Fashion Week baru-baru ini.
Meski masih sering menghadapi diskriminasi, namun profil Min kian hari kian meningkat. Min berharap bisa ikut mendorong standar kecantikan di Korea selatan semakin inklusif.

Mikaila Ulmer. Perempuan 13 tahun. Ulmer dulu membenci lebah. Dia pernah disengat lebah 2 kali. Kejadian ini malah menginspirasinya membuat bisnis.
Dengan resep neneknya, dia membuat campuran limun dengan air jeruk dan madu lalu menjualnya. Kini, usahanya sudah menyebar ke 300 pasar makanan di daerahnya, Texas.
Dia menyumbangkan 10% dari labanya untuk konservasi lebah madu. Dia paham bahwa lebah madu di daerahnya, Texas, sangat penting bagi ekosistem dan hampir punah.

Muzoon Almellehan. Perempuan muda 19 tahun ini adalah pengungsi Suriah yang pindah ke Yordania di tahun 2013. Kini, dia dan keluarganya telah menetap di Inggris.
Almellehan mengalami betapa suramnya menjadi pengungsi anak. Tidak semua dapat mengenyam pendidikan. Kini, Almellehen terpanggil untuk membantu nasib para pengungsi anak. Dia menjadi duta termuda UNICEF.
Dia bertugas berkeliling tempat untuk mengabarkan pentingnya pendidikan bagi anak di pengungsian. Dia juga mendatangi daerah konflik seperti Chad di mana kelompok militan Boko Haram merepresi anak-anak untuk keluar dari sekolah.
Jadi, siapa bilang anak umur belasan tahun tidak bisa mengubah dunia? Setelah kita melanglang buana, mari kita kembali ke Indonesia.
Indonesia
Hari ini kita memperingati Hari Pahlawan. Hari ini di 72 tahun lalu, tanggal 10 November 1945, terjadi pertempuran Surabaya. Perang antara tentara Indonesia melawan pasukan Sekutu.
Republik Indonesia mengalami banyak kehilangan para tentaranya. Untuk mengenang para pahlawan yang gugur, setiap tanggal 10 November kita peringati sebagai Hari Pahlawan.


Selang beberapa hari lalu, yaitu tanggal 28 Oktober, kita baru saja memperingati Hari Sumpah Pemuda. Semua tentu tahu kenapa Indonesia memperingati 28 Oktober sebagai Hari Sumpah Pemuda. Tapi, izinkan saya untuk bercerita sedikit tentang 28 Oktober di tahun 1928 ini.


Menurut catatan sejarah, hari itu merupakan hari pengakuan para pemuda Indonesia, berikrar satu tanah air, satu bangsa, dan satu bahasa. Ikrar ini merupakan hasil dari Kongres Pemuda II yang digagas oleh PPPI (Perhimpunan Pelajar Pelajar Indonesia).
Hadir dalam kongres ini, antara lain berbagai wakil organisasi kepemudaan, yaitu Jong Java, Jong Batak, Jong Celebes, Jong Sumatranen Bond, Jong Islamieten, Jong Ambon, dan pemuda Tiong hoa, seperti Kwee Thiam Hong, John Lauw Tjoan Hok, Oey Kay Siang, dan Tjoi Djien Kwie. Para Pemuda di tahun 1928 ini paham tentang arti Bhinneka Tunggal Ika. Mereka berbeda, tapi mampu bekerja sama untuk persatuan bangsa.
Setiap zaman akan melahirkan anak zamannya sendiri. Sejarah akan mencatat apa kontribusi setiap pemuda di zamannya masing-masing. Tentu, setiap zaman juga memiliki tantangan yang berbeda-beda. Dulu, tantangannya adalah melawan kolonialisme. Kini, tantangan pemuda zaman now tentu berbeda.
Kini, gelombang konservatisme melanda dunia. Dari Brexit, kemenangan Trump, kemenangan kelompok ultranasionalis di Austria dan lain-lain. Indonesia juga tak luput terkena gelombang ini. Antara lain paham-paham intoleransi yang kian meluas.
Tantangan zaman semakin kompleks. Orang muda mesti paham mana prioritas yang harus diperjuangkan.
Pentingnya Memahami Prinsip Kebajikan Universal
Mari kita melihat sebentar ke teori klasik. Menurut Socrates (470-399 SM), kebajikan adalah pengetahuan. Orang yang bijak adalah orang yang mengetahui, sementara orang yang berdosa adalah orang bodoh.
Pengetahuan yang benar akan membimbing pada tindakan yang benar. Tindakan yang jahat adalah akibat wawasan yang kurang baik. Pengetahuan diperlukan untuk membuatnya benar-benar bijak. Maka, dengan mengetahui kebenaran itu, manusia akan berbuat secara bijak.
Bagaimana caranya agar kita menjadi manusia yang bijak? Kalau menurut Socrates, kita mesti haus pengetahuan, membaca, dan mencari tahu sebanyak mungkin. Buka wawasan dan pikiran, belajar dari yang lain. Bukan untuk menjadi yang lain, tapi untuk mampu memahami yang lain. Dengan demikian, kita akan mampu menerima perbedaan.
Socrates adalah filsuf yang hidup di 4 abad sebelum masehi. Namun, ajaran filsafatnya masih relevan hingga hari ini.
Menurut Socrates, terdapat prinsip moralitas yang tidak berubah dan universal yang ada pada setiap hukum, tradisi, dan budaya di berbagai belahan dunia ini. Ada prinsip kebajikan universal—yang bersifat immortal—tanpa sekat dan batas—yang sejak dulu dan hingga kini masih relevan. Bila kita cermati, prinsip yang masih relevan hingga kini, yaitu kemanusiaan, antikorupsi, dan toleransi.


Kemanusiaan atau HAM
Dengan kemanusiaan, kita akan paham bahwa sejatinya semua manusia itu setara. Segala ras, suku, agama, dan jenis kelamin, semuanya punya hak dan kewajiban yang sama di mata hukum sebagai warga negara.




Toleransi
Indonesia kini mengalami krisis toleransi. Padahal, kita tahu bahwa Indonesia adalah bangsa yang terdiri dari beragam suku, budaya, dan agama.
Sejak ratusan tahun lalu nenek moyang kita sudah hidup berdampingan, saling menerima keberagaman. Indonesia itu terlahir beragam. Maka, menyeragamkan adalah suatu kemustahilan. Anak muda zaman now harus mampu memperjuangkan toleransi.

Pemuda Indonesia di tahun 1928 sudah membuat ikrar tentang ini. Maka, selemah-lemahnya iman, para milenial harus mampu menerima estafet ini. Menjaga persatuan Indonesia ini.




Antikorupsi
Korupsi adalah sumber dari segala masalah bangsa. Kita ambil contoh, misalnya, gizi buruk dan kematian ibu hamil dan anak. Itu bisa terjadi karena dana untuk kesehatan dikorupsi, sehingga dana yang sampai di masyarakat tidak memenuhi untuk menangani masalah kesehatan ini. Begitupun misalnya dengan pendidikan. Kalau dana di hilir dikorupsi, maka sisa dana yang sampai ke bawah tidak akan mencukupi untuk meningkatkan pendidikan.
Hal yang sama juga akan terjadi di sektor hukum, transportasi, pembangunan, dan lain-lain bila korupsi masih terjadi. Jadi, hampir seluruh akar masalah bangsa ada di korupsi.
Bila 3 hal prinsip universal itu sudah dipahami, maka kita akan yakin, jalan dan pilihan yang ditempuh para milenial sudah pada jalur yang benar. Setelahnya, kita bisa berbuat apa pun yang tidak akan mencederai nilai-nilai luhur tersebut.

Tantangan Saat Ini: Apa Kontribusi Anak Zaman Now?
Di masa Orde Baru, penyair WS Rendra pernah berkata: "Selamat Tidur Generasi Pembangunan." Kalimat satir ini untuk menggugah para pemuda di zaman itu agar tidak terlena oleh perlakuan rezim Suharto. Pemuda harus berlaku kritis.

Kala itu, rezim Suharto meninabobokan rakyat. Pemerintahannya demikian represif sehingga demokrasi mati. Setelah Reformasi, kini Indonesia sudah hidup dalam iklim demokrasi. Ini sesuatu yang harus dijaga. Keterbukaan dan kebebasan ini bisa mendorong kaum muda untuk bisa berkreativitas semaksimal mungkin, sambil tetap menjaga prinsip universal dan demokrasi.
Lalu, apa yang bisa dilakukan dalam konteks zaman saat ini?

Tentang Kapitalisme Kreatif
Menurut laporan Kata Data, ketimpangan ekonomi Indonesia berada pada peringkat 4 dunia. Berdasarkan survei dari lembaga keuangan Swiss, 1 persen orang terkaya di Indonesia menguasai 49,3 % kekayaan nasional. Jurang antara miskin dan kaya begitu jauh. Kaum mapan akan terus berlari, sementara yang kekurangan akan tetap berjalan di tempat. Ini tentu sebuah masalah. Bagaimana kita bisa membantu mengatasinya?


Untuk itu, kita perlu menelaah konsep kapitalisme kreatif. Teori ini digagas oleh Bill Gate, pemilik Microsoft. Bill Gates melihat ketimpangan ekonomi juga akan berpengaruh buruk pada pelebaran bisnis.
Saat ini, dunia memang semakin baik. Kesetaraan, demokrasi, dan tingkat capaian umur hidup manusia semakin tinggi. Bila di abad pertengahan porselen hanya ada di atas meja makan—sebagai bahan pembuat piring makan para bangsawan—kini porselen juga menjadi bahan pembuat toilet, untuk kita duduki setiap pagi di WC.
Kalau dulu komputer begitu besar, kini komputer berada dalam genggaman kita sehari-hari. Semua program IT ada dalam HP pintar. Ini bukti bahwa dunia sudah lebih semakin maju.
Namun, kita tak bisa menafikan bahwa masih ada kalangan marjinal, orang terpinggirkan, yang jauh berada di bawah taraf hidup. Mereka ini tak memiliki akses terhadap kemajuan dunia.



Bill Gate melihat masih ada kelaparan dan gizi buruk di Afrika. Masih ada angka buta huruf dan demokasi yang mati di Asia. Bila demikian, Microsoft tentu tidak bisa melebarkan bisnisnya ke Afrika dan Asia. Bagaimana mungkin menjual produknya ke Afrika dan Asia kalau masyarakat di sana tidak bisa membaca bahkan belum selesai dengan kebutuhan dasar, yaitu sandang-pangan-papan?
Bill Gates melihat ada yang salah dalam kapitalisme tradisional. Kapitalisme tradisional hanya berpikir untuk kepentingan diri sendiri. Padahal, di era yang global ini, kita tidak bisa lagi hidup sendiri. Maka di titik ini Bill Gates berpikir tentang kapitalisme kreatif.



Ketimpangan sosial-ekonomi tidak hanya merugikan para kaum marjinal, tapi juga akan membatasi pasar kapitalis. Membantu mereka yang tidak mampu akan membuka peluang pelebaran pasar. Maka, menurut Bill Gates, ada 2 hal yang harus dilakukan secara paralel, yaitu melipatgandakan keuntungan sekaligus memperbaiki taraf hidup kaum marjinal. Itu inti dari kapitalisme kreatif.


Untuk menjalani inti dari kapitalisme kreatif ini, perlu kerja sama seluruh stakeholder, dari swasta, pemerintah, hingga lembaga swadaya masyarakat. Perlu ada program-program kerja sosial yang dilakukan secara bersama oleh 3 stakeholder ini. Bill Gates mencontohkan, selama 20 tahun terakhir, Microsoft telah mendonasi 3 miliar dolar Amerika untuk mendukung misi ini.
Intinya adalah bagaimana dalam bisnis kita pun mampu memberdayakan masyarakat. Dalam konteks Indonesia, banyak kaum muda yang memulai usahanya sambil berusaha memberdayakan masyarakat. Misalnya, Nadiem Makarim. Aplikasi yang dia buat mampu menghubungkan masyarakat yang butuh transportasi cepat dengan para pemilik kendaraan.
Sebelumnya warga tidak berdaya akan kemacetan kota. Waktu habis di jalan. Kini warga sebagai konsumen bisa lebih berdaya, bisa memilih akan memakai transportasi yang lebih menguntungkan mereka dari harga dan waktu. Bisa lebih cepat sampai ke tujuan dan tempat kerja. Sehingga, masih ada energi, ada waktu tersisa untuk melakukan kegiatan lain.
Aplikasi bikinan Nadiem juga membuka akses pasar para pengusaha makanan. Ada akses yang lebih luas, yang tidak terbatas. Karena pasar ini ada di virtual, yaitu warga yang men-download dan menggunakan aplikasi ini.
Upaya Nadiem Makarim memberi dampak kongkret, yaitu membawa masyarakat marjinal masuk dalam pasar. Bila seseorang bisa masuk ke dalam pasar, maka ia punya kesempatan untuk meningkatkan taraf hidupnya.


Perlu dicatat, Nadiem mampu melakukan ini karena kondisi negara yang terbuka dan demokratis. Adalah mustahil membuat itu bila negara ini berada dalam suasana tertutup dan otoriter seperti Korea Utara.
Apa yang mau saya sampaikan di sini adalah: Sebagai pemuda, kita perlu paham dulu nilai-nilai universal yang harus kita jaga, yaitu toleransi, kemanusiaan, dan antikorupsi. Kita mesti mampu meneruskan tongkat estafet yang pernah diikrarkan oleh para pemuda di tahun 1928.
Selemah-lemahnya iman, bila kita mampu mempertahankan ini, itu sudah suatu langkah minimal. Selanjutnya, kita akan teryakinkan bahwa pemuda zaman now tidak akan salah arah tentang kreativitas yang akan mereka buat.
Bila di negara lain, seperti laporan dalam majalah TIME, anak umur belasan tahun mampu berbuat sesuatu yang mempengaruhi dunia, maka yakin, anak muda milenial Indonesia lebih mampu untuk melakukan kreativitas lebih dari itu. Dengan tetap mempertahankan nilai-nilai dasar yang telah diikrarkan oleh pendahulunya, maka apa pun kelak yang milenial buat, niscaya tidak akan mencederai bangsa dan negara.
Selamat Hari Pahlawan dan Hari Sumpah Pemuda. Indonesia memiliki banyak tanggal untuk memperingati sesuatu. Jangan sampai itu hanya menjadi peringatan belaka tanpa makna dan jiwa. Tunjukkan bahwa pemuda zaman now mampu memaknainya dengan tindakan kongkret. Kebaikan bagi seluruh bangsa Indonesia. Menjadi pahlawan dengan berkarya.
Makalah ini sebelumnya disampaikan pada acara Diskusi Peringatan Sumpah Pemuda dan Hari Pahlawan 2017 di Universitas Trisakti, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Jumat 10 November 2017.
Referensi: