Welcome To My Paradise

Welcome To My Paradise

Selasa, 18 Desember 2007

Pengajian with wine at Bacchus

Beberapa hari yang lalu, 
saya dan Andy kembali memenuhi undangan rendezvous seorang teman.  Pengajian, demikian kami menyebut rendezvous ini. Karena awalnya acara ini seringkali di gelar pada Jumat malam, seperti layaknya pengajian. 

Kali ini sang teman memilih 'Bacchus'  di  Intercontinental hotel MidPlaza sebagai tempat pengajiannya.


Sebuah tempat yang cozy, elegan dan akrab.

Biasanya kami tidak duduk di bar, seperti dalam gambar. Kami biasanya menempati sebuah area layaknya living room, dengan beberapa sofa empuk mengelilingi meja rendah. I wonder that table is inspire by Bitter Myers.


Sungguh ini bukan sebuah pengajian biasa. Ini sebuah pengajian yang lain dari biasa. Pengajian membahas segala hal, dari yg seriues sampai yg enteng-entengan karet. Dari masalah politik terkini, sastra, sampai cinta. Obrolan biasanya berlangsung hingga mendekati tengah malam, dengan makanan dan wine yang mengalir tanpa henti.


Peserta pengajian hanya orang-orang terundang. Karena sepertinya sang teman kami itu, memilih betul siapa-siapa yang dia inginkan untuk hadir di forum kecil tersebut. Yah bagi kami ini sah saja. Sebagai tuan rumah, dia berhak utk menentukan siapa tamu nya.

Malam itu pengajian di hadiri sekitar 11 orang. Sebagian besar datang dari kalangan media. Beberapa bergiat di perusahaan multinasional, politik, dan NGO.


Pengajian dipimpin oleh seseorang yang sebenarnya punya kelayakan menjadi kyai. Pak "kyai" memiliki referensi hampir sedahsyat perpustakaan Brewster Kahle, lengkap dengan anekdot satir, segar dan lucu.

Ketika menikah dulu, Pak kyai pernah mengutip sebuah perkataan Socrates, "Menikahlah. Bila kau mendapatkan istri yg baik, maka kau akan bahagia. Tapi bila tidak maka kau akan menjadi filosof".

Sejak itu Kami sering berkelakar padanya, "Sudah menjadi filsuf belum mas..?" :)



Menurut rencana awal, pengajian malam itu akan mengusung tema "God is not Great". Namun apa daya pak kyai belum membaca maktuban tersebut. Sehingga topik obrolan mengalir saja, dari soal perkembangan media di negeri ini, panasonic award, sampai soal tantangan dan si ucok.



Ada satu obrolan yang ingin saya bahas di sini. Salah seorang teman melempar topik soal hasil survey LSI dalam Pilkada di Bojonegoro 10 Desember ’07 yang lalu. Quick count LSI menyuguhkan bahwa pasangan Suyoto dan Setyo lah yang bakal menang. Ternyata memang benar, sepekan kemudian KPUD Bojonegoro mengumumkan secara resmi kemenangan pasangan tersebut


Menarik untuk mencermati, bagaimana dengan dana yang minim, pasangan Suyoto dari kubu Muhamadiyah itu berhasil menang di daerah 'kantong' NU. (saya lupa berapa teman saya itu menyebut kisaran dana kampanye yang di miliki Suyoto).
Awalnya mereka tidak dijagokan bisa menang, mengingat 2 pasangan kandidat lainnya sepertinya lebih punya banyak massa di Bojonegoro. Uraian soal ini bisa di klik disini


Menurut info teman kami, Suyoto ini punya cara yang unik dan murah dalam mendekati warga Bojonegoro. Selama 9 bulan dia pergi meninggalkan rumah, njagong berkeliling di setiap perhelatan di pelosok Bojonegoro. (Njagong itu bahasa jawa, artinya = meriung, ngobrol, dan begadang dalam sebuah berhelatan). Suyoto nonstop 9 bulan njagong di semua perhelatan pernikahan, sunatan, kelahiran sampai kematian. Kalo perlu menginap di rumah penduduk. Sebuah cara yg murah dan mengena di hati warga Bojonegoro. Masyarakat jawa terkenal akan keguyubannya. Bila ada tamu yg datang ke sebuah rumah, tentunya para tetangga sekitar akan ikut among tamu. Begitulah, Suyoto tidak perlu mendatangi rumah satu persatu. Cukup njagong di satu rumah, maka warga satu dusun akan turut berdatangan menemuinya. Ini sebuah cara yang unik dan murah. Patut di tiru oleh para kandidat di setiap Pilkada.

Suyoto merupakan salah satu Rektor sebuah universitas di Jatim. Dia cukup populer di kampus, dia lebih memilih naik motor ketimbang mobil pribadi untuk pulang pergi kampus. Hal ini tentu membuat dosen lainnya jadi sungkan untuk bermobil.
Dengan umur sekitar 35-40 tahun, Suyoto terhitung masih muda untuk ukuran seorang Kepala daerah. Dia begitu open mind dan ingin belajar dari siapapun demi memajukan Bojonegoro. Kalo perlu belajar dari pengusaha gelap sekalipun tidak masalah, asal bisa mengambil sari ilmu yang baik demi memajukan warganya. Itu menurut info teman saya. Saya sih tiada bisa menjamin soal ini. Wong belum pernah ketemu .


Saya jadi penasaran seperti apa Bojonegoro ini?
Ternyata daerah ini kaya akan sumber bumi dan sarat sejarah budaya. Bagian barat Bojonegoro (perbatasan dengan Jawa Tengah) merupakan bagian dari Blok Cepu, salah satu sumber deposit minyak bumi terbesar di Indonesia.
Luas wilayah Bojonegoro sekitar 3 kali lipat dari luas DKI Jakarta, dengan penduduk yang hanya sekitar 1 juta jiwa. Bandingkan dengan penduduk Jakarta yang sekitar 9 juta jiwa. Bayangkan berapa banyak pendapatan berkapita dari masing-masing warganya bila dilihat dari hasil minyak cepu saja.


Bagian utara merupakan Daerah Aliran Sungai Bengawan Solo yang cukup subur dengan pertanian dan tembakau virgina terbaik di dunia. Bojonegoro juga memiliki tambang batu onix di kecamatan Bubulan dan pegunungan kapur yg membentang di sepanjang barat laut.

Bojonegoro sarat akan sejarah budaya. Pada abad ke 16, wilayah ini masuk dalam kekuasaan Majapahit. Pernah baca buku Tetralogi ‘Gajah Mada’ oleh Langit kresna hariadi ? [Ini sedikit buku hasil karya anak negeri yg menjadi best seller di negeri sendiri. buku Tetralogi ‘Gajah Mada’ ini menarik. Cara baru belajar sejarah. Saya jadi tau, siapa Ibunda Hayam wuruk, saya jadi tau Hayam wuruk punya 1 adik perempuan dan 2 sepupu perempuan. Tapi kecantikan para sekar kedaton Majapahit itu masih kalah dibandingkan kecantikan Dyah pittaloka putri kerajaan Pasundan, yang memicu perang bubat. Perang yg meninggalkan luka tak tepermanai meski 5 abad telah berlalu. Hingga kini di daerah Jawa Barat tidak pernah ada jalan atau apapun bernamakan “Hayam wuruk’ dan ‘Gajah mada’. Luka perang itu masih tetap belum sembuh benar ]

Kembali ke Bojonegoro. Beberapa wilayah Bojonegoro sering disebut-sebut dalam buku tersebut. Misalnya kecamatan Dander, dalam buku ‘Gajah Mada’ wilayah itu disebut Bedander. Ada sumber air yang jernih disana. Kini dander menjadi salah satu tujuan wisata alam dan sejarah. Terdapat banyak objek wisata peninggalan Belanda di kecamatan ini.


Kecamatan Ngasem di Bojonegoro juga sering di sebut-sebut dalam buku ‘Gajah Mada’. Di Ngasem ini terdapat objek wisata kayangan api, apinya menyala sepanjang masa. Kayangan api ini ada sejak jaman kerajaan Majapahit. Menurut cerita rakyat, para empu menggunakan api ini untuk membakar besi menjadi keris. Menurut kepercayaan rakyat, hingga saat ini empu tersebut masih ada, dan tak jarang sering menampakan diri ke pengunjung. Wah kalo ini agak klenik yah. Maklum jawa, budayanya memang sarat perklenikan heheh .


Fenomena di dusun Jepang Bojonegoro lain lagi. Ada kelompok budaya masyarakat Samin yang menerapkan paham Saminisme dalam kehidupannya. Gerakan Saminisme terbentuk sejak jaman pendudukan belanda, dipimpin oleh Ki Samin Surosentiko. Dalam Komunitas Samin tidak ada istilah untuk membantu Pemerintah Belanda. Kini Lokasi ini berprospek menjadi tujuan wisata Homestay.


Pernah dengar ronggeng? Di Kecamatan Temayang dan Bubulan Bojonegoro hingga kini banyak terdapat kelompok-kelompok tari tayub. Dalam Sejarah Jawa yang terkenal, Stamford Raffles (berkuasa antara tahun 1811-1816), sudah menulis bahwa ronggeng merupakan kesenian yang sudah tumbuh berabad-abad di Jawa dan sangat populer di kalangan petani.




Kesenian ini digelar untuk mensyukuri panen yang melimpah. Entah, apakah tayub di Bojonegoro ini memiliki srintil-srintil yang mirip dengan gambaran buku ‘Ronggeng Dukuh Paruk’ karya Ahmad Tohari?



Dimana sang ronggeng mampu menggairahkan pedukuhan yang sepi. Menjadi Primadona yang menyelamatkan Tradisi. Adakah romantika gelap yang membayangi sang ronggeng? Apakah sang calon Ronggeng harus melewati upacara keperawanan, dan menyerahkan liang daranya bagi seseorang yg memberi harga paling tinggi ? entahlah…


Bojonegoro memang kaya. Semoga sekaya itu pula para warganya. Mudah-mudahan…

Rabu, 05 Desember 2007

Poligami ?

Ada perdebatan panjang soal Poligami di milist JIL.
Adalah seorang anggota milist, sebut saja Ade armando  :)  belum lama ini melakukan poligami. 
Perbuatannya ini mengagetkan khalayak ramai.
Selama ini Ade Armando termasuk sosok yg amat menjunjung tinggi persamaan gender, yg umumnya tidak suka poligami.

Perdebatan berlangsung panjang. kubu pro dan kontra poligami saling mengemukakan dalil-dalil nya. Kubu pro menolak kalo poligami itu merupakan bentuk kekerasan kepada perempuan. 
Agama pun (Islam tentunya) tidak melarang poligami. 
Cuma kristen yg melarang poligami. Itupun kristen modern dari barat.

Dari perdebatan itu, tersirat mereka yg pro poligami merasa ini merupakan penghakiman dari kaum modern barat. Wah disini saya sempat godek. Wah kok bawa-bawa anti modern barat dalam kasus yg jelas-jelas merendahkan perempuan ini.

Awalnya saya hanya misuh-misuh dari belakang. Saya sudah tulis balasan email tapi tidak punya keberanian utk men-sending nya.
Maklum di milist ini isinya "dewa-dewa" teologi semua.
Apalah saya yg awam ini di banding mereka.

Namun dengan nekad akhirnya saya send saja. Yang terjadi biarlah terjadi. setidaknya saya sudah sedikit mencurahkan pendapat saya yg berbeda itu.

Ini saya copypaste komentar saya di milist tersebut...
suci mayang sari to islamliberal
show details Dec 4 (1 day ago)

Permisi,
Saya agak 'tergerak" dengan pernyataan Bung Ade, yg ini

"..Pertanyaan saya adalah, dari mana datangnya penolakan yang total terhadap poligami sebagaimana ditunjukkan mereka yang mengkritik poligami? Saya duga, salah satu jawaban utamanya adalah wacana Kristen. Itupun saya duga Kristen modern, karena buktinya masyarakat Mormon tetap mempraktekkan poligami. Doktrin Kristen itu sampai ke kita melalui modernisasi. Kita menafsirkan apa yang disebut modern dengan merujuk, antara lain, nilai-nilai barat yang tentu sangat dipengaruhi Kristen..."

Saya kurang setuju dng pernyataan bung Ade ini, Saya cuma ingin membagi yg pernah saya dapat di sekolah dulu. Kristen Mormon itu mrk sempalan aliran yg datang belakangan. sama seperti kristen Anglikan, kristen protestan, baptis, dll.

Di antara sempalan-sempalan aliran kristen tsb, masih ada yg jauh lebih tua. yaitu Ortodoks di Timur dan Khatolik Roma di Barat - yg terpecah dua karena faktor jarak. Sebelum terpecah dua, mereka satu di bawah Santo Petrus, di Timur tengah.

Perlu di ketahui, Kristen Ortodoks di Timur cenderung tetap solid sampai sekarang. Sementara Katholik Roma di Barat malah yg banyak friksi, yg akhirnya memunculkan banyak aliran baru, seperti Anglikan -muncul akibat raja inggris yg ingin kawin lagi-, kristen Mormone, Protestan, Baptis , dll.

Jadi jelas terlihat, anti poligami di Kristen bukan mutlak berdasar tempat (Barat atau TImur), atau pun waktu (dulu atau modern). Tapi memang sejak dari "sana" nya Kristen itu anti poligami.
Terbukti, dua sempalan aliran baru dari katholik Roma (yg jelas2 ada di Barat) -yaitu anglikan dan Mormon, memisahkan diri akibat urusan poligami.

Demikian sekadar berbagi.
Matur tengkyu
~ m


Begitu isi balasan email saya. 
Saya tidak ingin para pro poligami menggeneralisir bahwa 
mereka yg tidak sependapat dng poligami adalah antek modern barat.